Rabu, 01 September 2010

Media dan Gender Studies

Kuliah oleh : Mr. Junaedi
Tanggal : 31 Agustus 2010

* Gender tidaklah sama dengan sex. Gender dalam hal ini mengandung arti perbedaan yang disebabkan oleh konstruksi atau budaya sosial. Sedangkan sex adalah perbedaan fisik (kodrat) dari tiap orang.

* Contoh gambaran yang dapat dilihat dari perbedaan gender adalah bagaimana Ms. Luli diinterview oleh wartawan mengenai kesuksesannya sebagai usahawan, namun wartawan lebih menekankan pertanyaan pada bagaimana Ms. Luli mengatur antara kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya. Keesokan harinya, wartawan tersebut mewawancarai seorang pria pengusaha sukses juga seperti Ms. Luli, dan pertanyaan yang diajukan tidak ada satupun yang menyinggung tentang bagaimana ia mengatur kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya. Ini disebabkan karena perempuan sudah terdoktrin di masyarakat merupakan ibu rumah tangga dan kewajibannya adalah dirumah.
Gambaran ini juga terjadi karena : 
      -Faktor internal :
        1. Di media massa, jumlah jurnalis perempuan terbilang sedikit (perspektif)
        2. Pemilik media (karena persaingan)/ modal berkompetisi supaya laku dengan menggambarkan kesensualitasan (fisik) perempuan (kompetisi)
            -Faktor external :
        1. Pengiklan seperti pipi cantik, kulit putih, rambut lurus, dsb.
        2. Pasar "market" (masih dalam perdebatan) apakah koran yang menentukan pasar atau pasar yang menentukan koran ?


* Budaya patriarki juga mempengaruhi kebudayaan termasuk Indonesia.

* Penggambaran media dekat dengan sex atau pornografi (yang merugikan perempuan) padahal orang-orang yang melarang pornografi juga tidak jelas dengan arti sebenarnya dari pornografi.
* Pornografi secara umum adalah gambar-gambar yang menggambarkan 'sexual intercourse' (hubungan badan).

* Yang ditentang aktivis dari UU Pornografi adalah isi dari UU pornografi yang merugikan perempuan atau adat dari kebudayaan Indonesia (mengenai UU Pornografi). 
Contoh : tari adat Indonesia yang memang menggunakan baju terbuka harus dilarang karena terkait dengan UU Pornografi padahal itu merupakan kebudayaan penting yang harus dijaga oleh Indonesia.
Evolusi perempuan pun pernah diperjuangkan oleh organisasi masyarakat yang tidak ingin ada perubahan signifikan dari kebudayaan Indonesia. Padahal sudah menjadi suatu kewajaran bahwa perubahan revolusi dari masyarakat harus ada demi menjadikan negara semakin maju.


Analisis saya :
Perbedaan gender ini sudah menjadi pengetahuan umum dan menjadi suatu budaya tersendiri dari Indonesia. Walaupun sangat disayangkan kenyataan bahwa RA Kartini sudah memperjuangkan kebebasan wanita masih juga belum cukup untuk mengubah ideologi Indonesia akan budaya patriarki. Budaya patriarki adalah budaya yang mengutamakan hubungan atau nama dari pihak lelaki. Seperti wanita yang menikah akan menggunakan nama dari suaminya sebagai nama belakang. Kenyataan ini tentu tidak dapat diubah semudah membalikkan telapak tangan karena sudah mendarah daging dengan kebudayaan Indonesia. Namun perbedaan jelas antara status wanita dan laki-laki tentu masih harus terus diperjuangkan agar Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik dan menyejahterakan rakyatnya lebih dan lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

2ne1